Klasifikasi Konstitusi
KLASIFIKASI KONSTITUSI
K. C Wheare mengklasifikasikan konstitusi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.
1) Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.
2) Konstitusi fleksibel dan konstitusi kaku (rigid)
3) Konstitusi derajat tinggi dan bukan konstitusi derajat tinggi.
4) Konstitusi kesatuan dan konstitusi serikat.
5) Konstitusi sistem pemerintahan Presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan Perlementer.
1. Konstitusi yang Tertulis dan Konstitusi tidak Tertulis.
Konstitusi tertulis merupakan konstitusi yang dimuat dalam satu atau beberapa dokumen formal. Contoh negara yang memiliki konstitusi tertulis yang termuat dalam satu dokumen formal adalah Indonesia dengan UUD 1945 dan Amerika Serikat dengan The Constitutions of United States of America. Contoh negara yang memiliki konstitusi tertulis yang termuat dalam beberapa dokumen formal adalah Denmark ( termuat dalam 2 dokumen formal) dan Swedia (termuat dalam 4 dokumen formal).
Sedangkan, konstitusi yang tidak tertulis adalah konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen formal. Contoh negara yang memiliki konstitusi yang tidak tertulis adalah Inggris dan Selandia Baru.
Menurut Pendapat C.F. Strong perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis adalah perbedaan yang salah karena tidak ada konstitusi yang seluruhnya tertulis dan tidak ada konstitusi yang seluruhnya tidak tertulis seperti yang terdapat di Inggris. Di Inggris terdapat beberapa bagian konstitusi yang tertulis yaitu dalam undang-undang. Misalnya, Magna Charta, Parliament Act, dll.
Lalu bagaimanakah dengan UUD 1945?
UUD 1945 Merupakan Konstitusi Tertulis
Mengacu dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa konstitusi Indonesia adalah sebuah konstitusi yang tertulis. Hal ini bisa dilihat dalam pembukaan UUD 1945 alenia yang berbunyi:
…, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia…
Naskah Undang-Undang Dasar 1945 yang berbentuk tertulis itu cukup lengkap . Hal yang diatur secara tertulis merupakan sesuatu yang fundamental. Apabila kita membaca pasal demi pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka kita dapat mengetahui beberapa hal yang menjadi isi daripada konstitusi Republik Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain:
a) Hal-hal yang sifatnya umum, misalnya tentang kekuasaan dalam negara dan identitas-identitas negara;
b) Hal yang menyangkut lembaga-lembaga negara, hubungan natara lembaga negara, fungsi, tugas, hak, dan kewenangannya;
c) Hal yang menyangkut hubungan antara negara dengan warga negara, yaitu hak dan kewajiban negara terhadap warga negara ataupun hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, termasuk juga hak asasi manusia;
d) Konsepsi atau cita negara berbagai bidang, misalnya bidang pendidikan, kesejahteraan, ekonomi, social, dan pertahanan;
e) Hal mengenai perubahan undang-undang dasar;
f) Ketentuan-ketentuan peralihan atau ketentuan tambahan
Undang-Undang Dasar merupakan hukum dasar yang tertulis . Makna yang terkandung sebagai hukum dasar yang tertulis ialah bahwa Undang-Undang Dasar mengikat pemerintah, lembaga negara, dan lembaga masyarakat serta setiap warga negara Indonesia dimanapun ia berada, bahkan setiap penduduk yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2. Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku (rigid)
Yang dimaksud dengan konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang mengandung ciri-ciri pokok sebagai berikut:
a) elastis, karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah;
b) diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang.
Hal ini berbeda dengan konstitusi kaku (rigid), yang mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut;
a) mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain;
b) hanya dapat diubah dengan cara yang khusus dan istimewa.
Termasuk klasifikasi yang manakah UUD 1945?
UUD 1945 Tergolong dalam Konstitusi yang Bersfat Kaku (rigid)
Sebelum UUD 1945 di amandemen sebanyak empat kali, persyaratan yang ditetapkan untuk mengubah UUD 1945 adalah “cukup berat”. Hal ini bisa dilihat dari bunyi pasal 37. Ada dua syarat yang ditentukan dalam pasal yaitu:
1) syarat kehadiran atau kuorum: sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR harus hadir;
2) syarat sahnya keputusan: sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah yang hadir harus menyetujui.
Setelah melalui proses amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 tergolong konstitusi yang semakain rijid, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga dibutuhkan suatu prosedur khusus . Melihat realitas dan kondisi Undang-Undang Dasar 1945, sekalipun termasuk katagori konstitusi yang sulit dilakukan perubahan tetapi apabila dicermati, terdapat peluang untuk melakukan suatu perubahan terhadap Undang-Undang Dasar meskipun harus menempuh jalan yang berat. Berikut ini merupakan prosedur dan proses dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapa dalam Pasal 37 yang menyebutkan:
1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, siding Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggoota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal 37 Undang-Undang Dasar tersebut mengandung 4 (Empat) norma dasar, yaitu;
1. Bahwa yang berwenang untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar adalah berada pada lembaga negara yang bernama Majellis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Perubahan hanya dapat dilakukan pada pasal-pasalnya saja dalam arti selain pasalnya tidak dapat dilakukan perubahan misalnya tentang pembukaaan dan bentuk negara (Pasal 37 ayat 5)
3. Usul perubahan dilakukan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3 jumlah dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Untuk mengubah sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan putusan unntuk perubahan dilakukan dengan persetujuan lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Konstitusi Derajat Tinggi dan Konstitusi bukan Derajat Tinggi.
Yang dimaksud konstitusi derajat tinggi adalah konstitusi yang memilki kedudukan tertinggi dalam negara. Seperti diketahui dalam setiap negara terdapat selalu terdapat berbagai tingkat perundang-undangan baik dilihat dari isinya maupun ditinjau dari bentuknya. Konstitusi termasuk dalam kategori derajat tinggi apabila dilihat dari bentuknya berada di atas peraturan perundang-undangan lainnya. Juga syarat untuk mengubah konstitusi tersebut berbeda, dalam arti lebih berat dibandignkan dengan yang lain.
Konstitusi bukan derajat tinggi adalah suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi derajat tinggi. Persyaratan untuk mengubah konsitusi ini sama dengan persyaratan yang dipakai untuk mengubah peraturan-peraturan yang lain, umpamnya undang-undang.
Bagaimanakah dengan UUD 1945?
UUD 1945 tergolong dalam konstitusi derajat tinggi
Dalam derajat kedudukannya maka dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang memiliki derajat tinggi. Dalam arti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi yang dijadikan pedoman dalam membuat peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Bahwa sesuai dengan prinsip umum, sebuah undang-undang memiliki kedudukan lebih rendah daripada Undang-Undang Dasar atau konstitusi. Oleh karena itu, norma hukum peraturan perundang-undangan yang berlawanan dengan norma hukum Undang-Undang Dasar atau konstitusi dinyatakan tidak berlaku .
Jenis dan hirearki peraturan perundang-undangan dinyatakan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jenis dan hirearki peraturan perundang-undangan Indonesia menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perpu);
3. Peraturan Pemerintah (PP);
4. Peraturan Presiden (Perpres);
5. Peraturan Daerah (Perda).
Berikut ini merupakan salah satu dari penjelasan peratuuran perundang-undangan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Sebagai hukum dasar Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum bagi pembentukan perundang-undangan dibawahnya.
Dalam hal dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang memiliki derajat tertinggi dalam peraturan perundang-undangan yang artinya bahwa yang menjadikan Undang-Undang Dasar sebagai pedoman dalam membuat peraturan perundang-undangan dibawahnya. Dalam hal ini merupakan suatu kewajiban para legislator memperhatikan dalam membuat peraturan dibawahnya agar tidak bertentangan dengan undang-undang dasar sebagai hukum tertinggi.
4. Konstitusi Kesatuan dan Konstitusi Serikat
Klasifikasi konstitusi atas serikat dan kesatuan ini berhubungan dengan bentuk negara. Seperti kita ketahui dikenal bentuk negara serikat dan negara keasatuan. Dalam negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara-negara bagian. Pembangian kekuasaan itu diatur dalam konstitusinya.
Dalam negara yang berbentuk kesatuan, pembagian kekuasaan itu tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaan dalam negara berada di tangan pemerintah pusat. Walaupun demikian hali itu tidak berarti bahwa keseluruhan kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat, karena ada kemungkinan mengadakan dekonsetrasi ke daaerah lain dan hal ini tidak diatur dalam konstitusi. Lain halnya dengan negara kesatuan yang bersistem desentralisasi. Dalam konstitusinya terdapat pemencaran kekuasaan tersebut.
Bagaimanakah dengan konstitusi di Indonesia?
UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia Tergolong Konstitusi Kesatuan
Dalam UUD 1945 jelas dinyatakan dalam Bab I pasal 1 ayat (1) tentang Bentuk Dan Kedaulatan yang berbunyi:
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”
Dapat dinyatakan bahwa kesatuan adalah bentuk negara dan republik adalah bentuk pemerintahan. Jelasnya dalam pasal tersebut dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak mengakui suatu wilayah dalam negara yang memiliki sifat negara. Dalam arti bahwa Indonesia hanya memiliki satu undang-undang dasar.
Dalam menyelenggarakan pemerintahannya bangsa Indonesia tidak dapat menyelenggarakan pemerintahan yang terpusat hal ini dikarenakan alasan sebagai berikut:
1. wilayah Indonesia yang sangat luas;
2. daerah-daerah di Indonesia memiliki kondisi geografi dan budaya yang berlainan.
Dengan alasan demikian maka pemerintah menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada wilayah atau daerah-daerah agar mengurus dan mengatur sendiri kekuasaannya. Berdasarkan itu maka UUD 1945 memandang perlu adanya pemeriatahan daerah. Adanya pemerintahan daerah adalah akibat dari penerapan asas desentralisasi.
Berikut ini merupakan landasan hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam menyelenggarakan asas desentralisasi pada daerah-daerah di Indoensia:
Bab VI tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18,
1. Negara Kesatuan Republik Indoensia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**
2. Pemerintahan daerah provinsi,daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusasn pemerinntahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemeilihan umum.**
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.**
5. Pemerintahan daeerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditgentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**
7. Susunan dan tata cara penyelnggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.**
Untuk menyelenggarakan lebih lanjut mengenai pemeritahan maka dibentuk undang-undang organic yang kan menjabarkan lebih lanjut mengenai otonomi daerah. Untuk peraturan otonomi daerah yang terbaru sekarang adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemeintahan daerah/otonomi daerah yang mengantikan UU No 22 Tahun 1999.
5. Konstitusi Sistem Perlementer dan Konstitusi Sistem Presidensial
Konstitusi yang berdasarkan sistem Presidensiil maupun parlementer dapat kita ketahui, yaitu dengan memperhatikan hubungan antara lembaga legislative dan lembaga eksekutif. Dalam arti disini bahwa kedua lembaga tersebut mamiliki hubungan yang erat dalam menjalankan kekuasaannya.
Dalam sistem pemerintahan presidensiil antara badan eksekutif dan legislatif memiliki kedududan yang independen. Dalam arti kedua lembaga tersebut tidak memiliki hubungan secara langsung. Disni parlemen tidak mengawasi jalannya pemerintahan secara langsung sebab badan ini terpisah satu sama lain. Berikut ini merupakan ciri dari suatu konstitusi dari sistem presidensial:
1. Kekuasaan pemerintahan berada pada tangan presiden dalam arti bahwa tidak adanya pemisahan kekuasaan antara presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam arti bahwa presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh anggota parlemen tetapi dipilih oleh rakyat atau suatu oleh suatu dewan/majelis.
2. Kabinet (dewan menteri dibentuk oleh presiden. Sedangkan untuk pertanggungjawabannya kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen hal ini dikarenakan menteri tidak dipilih oleh parlemen melainkan oleh presiden.
3. Presiden tidak dapat dimintai pertanggung jawaban oleh parlemen, hal ini dikarenakan bahwa presiden tidak dipilih oleh parlemen melainkan dipilih oleh rakyat secara langsung atau oleh suatu majelis.
4. Presiden tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan lembaga parlemen seperti dalam system pemerintahan parlementer.
5. Kekuasaan legislatiif berada pada lembaga legislatif dan sebagai anggota parlemen dipilih oleh rakyat secara terpisah dengan presiden.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan secara langsungoleh lembaga parlemen.
Dan berdasarkan penjelasan diatas maka dapatlah dikatakan bahwa kebalikan dari system pemerintahan presidensiil yaitu system pemrerintahan parlementer yaitu dimana adanya hubungan yang erat antara lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam hal ini lembaga legislatif mengawasi secara langsung lembaga eksekutif. Dengan mengunakan keukuasaannya maka secara langsung lembaga legislatif memiliki kekuasaan untuk secara langsung mengadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Berikut ini merupakan cirri-ciri dari system pemerintahan parlementer:
1. Lembaga legislatif atau parlemen suatu lembaga yang dimana dalam merekrut anggota-anggota untuk menduduki lembaga tersebut harus melalui pemilu. Dalam system parlementer badan inilah satu-satunya badan yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu dan menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada parleman sebagai badan perwakilan dan lemabaga legislative.
2. Dalam keanggotaan parlemen merupakan anggota-anggota partai politik yang berhasil menang dalam pemilihan umum (general election). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sudah dipastikan partai politik yang menang dalam pemilihan umum akan memiliki peluang yang besar menjadi mayoritas dan akan memiliki kekuasaan yang besar dalam parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari menteri-menteri sebagai anggota yang akan dipimpin oleh seorang perdana menteri sebagai seorang pemeimpin cabinet. Perdana menteri sebagai pemimipin kabinet itu dipilih oleh anggota parlemen untuk menjalankan kekuasaan eksekutif/pemerintahan. Dalam pada itu kekuasaan pemerintahan terdapat pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dan yang penting semua anggota cabinet diisyaratkan dari atau berasal dari parlemen.
4. Adanya tanggung jawab politik oleh perdana menteri beserta menteri-menterinya dalam menjalankan tugas. Hal ini dapat terjadi apabila menteri tersebut tidak lagi mendapat kepercayaan sehingga tidak lagi mendapat dukungan dari parlemen. Berarti sewaktu-waktu dapat saja parlemen menunjukan pada cabinet suatu ketidak percayaan sehingga akhirnya parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada cabinet.
5. Jabatan kepala negara tidak sekaligus menjadikannya sebagai kepala pemerintahan. Dalam hal ini berarti adanya pemisahan antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara adalah presiden dalam bentuk pemerintahan republic atau raja/sultan dalam bentuk pemerintahan minarki. Kepala negra tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
6. Sebagai imbangan antara kekuasaan parlemen dan kabinet maka kepala negara dapat membubarkan parlemen sebagai imbangan bahwa parlemen dapat membubarkan kabinet. Dalam pada itu maka presiden/raja atas saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Untuk itu maka diadakan pemilihan umum lagi untuk memilih parlemen yang baru.
UUD 1945 Menganut Klasifikasi Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensiil
Dari berbagai ciri dari identifikasi dalam system pemerintahan presidensiil maupun dalam system parlementer maka dengan membandingkankannya dengan Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu UUD 1945 maka dapat dikatakan bahwa negara Indonesia menganut sistem presidensial. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat menerangkan atau membuktikaan bahawa Indoensia menganut sistem pemerintahan Presidensiil yaitu sebagai berikut:
Mengacu pada Undag-Undang Dasar 1945 sebagai pedoman dalam menyenggarakan kehidupan berbangsa yang didalamnya terdapat pembagiaan kekuasaan antara berbagai lembaga negara. Diantara lembaga kekuasaan yang merupakan pembagian kekuasaan seperti teori Trias politika yang diajukan Montesquieu. Maka untuk membahas tentang system pemerintahan yang dianut di Indonesia maka akan dicoba dicari landasan-landasan hukum yang dapat dijadikan bukti bahwa Indonesia menganut system presidensiil. Gambaran akan system pemerintahan di Indonesia dinyatakan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai berikut.
1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (Pasal 4 Ayat (1))
Artinya bahwa presiden adalah penyelenggara tertinggi dalam pemerintahan. Namun dalam menyelnggarakan kekuasaannya presiden tidak dapat sewenang-wenang karena dibatasi oleh undang-undang dasar sendiri.
2. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (Pasal 6 Ayat (1) ).
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara langsung. Dan merupakan satu paket antara presiden dan wakil presiden yang menjadi pesrta pemilu.
3. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 7C).
Kedudukan antara presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah seimbang dimana presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam system pemerintahan parlementer. Begitu juga parlemen tidak dapat mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pemerintah.
4. Preiden dinatu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.(Pasal 17 Ayat (1) dan (2) ).
Menteri itu adalah pembantu presiden dimana menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Merupakan hak perogatif presiden untuk memilih menteri untuk membantunya menjalankan tugasnya. Sehingga yang seharusnya terpilih adalah orang-orang yang memiliki kualitas dan professional.
5. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. (Pasal 19 Ayat (1) )
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilu oleh rakyat dimana anggota DPR merupakan anggota partai politik. Untuk menjadi anggota DPR harus masuk dalam suatu partai dimana partai inilah yang menjadi fasilitas dalam mengikuti pemilihan umum.
6. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. (Pasal 20 Ayat (1) )
kekuasaan dalam pembentukan undang-undang berada pada parlemen yang dulunya berada pada presiden. Parlemen yang menentukan untuk berlakunya suatu undang-undang meskipun bekerja sama dengan presiden.
Dengan demikian dari ciri yang diajukan diatas yang terdapat dalam UUD 1945 maka dapat dikatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut system pemerintahan presidensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar